Changes


Salah satu superpower yang kumiliki selain bisa tidur kapanpun dimanapun adalah bisa makan banyak tapi tetap kurus, padahal ga pernah olah raga dan rebahan mulu. Entah karena faktor genetika atau karena dulu waktu kecil ga doyan makan dan sakit2an jadi kurusnya kebawa sampe gede.

Yang pasti sejak SMA dan lepas dari pengawasan orang tua, jadi suka jajan dan makan banyak. Mungkin karena menunya sudah nggak dikontrol lagi dan makanan nggak sehat itu rasanya jauh lebih enak hehe. Tapi somehow biar makan banyak, berat badan konsisten di 44-45 kg.

Salah satu benefit lain adalah pakaian yg awet banget. kaos dari jaman SMA masih muat sampai sekarang haha. Tapi itu mungkin juga karena baju2 waktu kecil dulu banyak yg warisan dari kakak sepupu yang badannya emang gede sih. Tapi tetap saja cukup membantu menghemat biaya beli baju baru.

Setelah beberapa bulan di Jakarta ini, mulai ada sedikit perubahan. Celana2 yang tadinya harus disabukin sekarang sudah muat, dan beberapa kemeja yang dulunya longgar sekarang jadi bodyfit. Hmmm, bajuku dulu tak begini, tapi kini sudah tak cukup lagi (ayo sapa yg bacanya bernada?).

Keadaan makin parah ketika suatu hari setelah makan siang, menghempaskan diri di sofa dan tiba2 kancing pengait celana terlepas (i blame the weak stiches). Pulangnya langsung nimbang dan ternyata beneran sudah tembus 60 kg lho. ga tau harus sedih atau senang ini

Bea Cukai


Karena lagi rame pemberitaan tentang bea cukai, ya sekali2 riding the wave berbagi pengalaman dengan badan yang satu ini.

Case 1 : Laptop

Kali pertama saya berurusan dengan bea cukai adalah ketika saya beli laptop bekas dari eBay bertahun2 yang lalu, iseng aja sih ceritanya waktu itu karena harganya yang super duper murah dan kebetulan ga ada PC juga (sengaja ga dibawa karena berat dan mahal ongkirnya, plus waktu itu ngiranya cuma 3 bulan doang kerjanya namun ternyata keterusan hehe).

Setelah nunggu nyaris 2 bulan lebih dan frustasi kenapa barangnya tak kunjung datang, masa dikirim waktu lagi nggak dirumah kemudian dilempar ke halaman lalu dibawa lari kucing? laptop lho ini, bukan beli tongkol!!! Dan ternyata tuh benda ketahan di bea cukai dan disuruh datang langsung kesana untuk ngurus prosesnya. Masalahnya lokasinya beda kota yang jaraknya sekitar 5 jam naik bus (emang kantor bea cukai cuma ada di kota besar ya? kasihan juga brarti yang tinggal di kabupaten2 kecil jadi susah ngurus ginian hiks).

Namun walau cukup melelahkan (lengkapnya di sini), endingnya cukup menggembirakan karena cukup bayar 20 rebu doang buat nebus laptop. Ongkos ke kantor bea cukainya aja lebih dari itu njir

Case 2 : Kaos Kaki

Case pengiriman barang dari luar negeri berikutnya adalah ketika dapet hadiah kaos kaki dari google di tahun 2021 kemarin. Kali ini justru pengirimannya sangat cepat cuma 2 mingguan doang kayanya dah nyampe dan barangnya dianter langsung ke alamat sama pak posnya, nggak perlu ngambil sendiri ke kantornya (apa karena waktu itu tinggal di Jakarta ya?). Sayangnya waktu barangnya tiba, saya lagi keluar dan dihubungi penjaga kos dan dibilangi ada kiriman paket, tapi harus bayar bea masuk 126 rb!!!! kaos kaki apaan segitu, dirajut dari wol domba solid black yang masih perawankah?

Kali ini endingnya nggak bagus. walau sudah melampirkan bukti bahwa ini barang hadiah, petugas bea cukainya tetep ngotot kalau semua barang import dikenakan bea masuk dan PPN walau itu merupakan hadiah. Serta nilai FOBnya yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditentukan oleh bea cukai berdasarkan HS Code barang tersebut. Ya daripada buang2 waktu ngurusin ginian dan ogah banget bayar segitu buat kaos kaki, jadi akhirnya saya relakanlah itu beda ditahan di bea cukai. makan tuh kaos kaki, semoga bermanfaat buat bangsa dan negara.

Case 3 : Tumbler

Yang terbaru di tahun 2023 ini dapet hadiah tumbler. Waktu ditanya alamat pengiriman sih sempet nanya ini bakal ada biaya2 tambahan lagi nggak nantinya waktu penerimaan. Ya daripada sendernya repot2 ngirim dan ujung2nya cuma menuhin gudang bea cukai ya mending nggak usah sekalian kan ya. Lagi2 proses pengirimannya cukup cepat, kurang dari sebulan dah nyampe dan sekali lagi barangnya tiba ketika lagi di luar.

Bedanya kali ini begitu balik, dah di depan kamar aja paketnya dan waktu tanya penjaga kos juga nggak diminta bayar apa2. cuma tanda tangan bukti barang diterima doang. Jasa pengirimannya nggak pake PT Pos tapi via Fedex. Masa yang kena bea masuk cuma dari PT Pos doang sih, aneh banget deh kalo bener gitu. Ya tapi namanya juga dapet hadiah ya, masa mau ngatur minta dikirim pake kurir apaan hehe

My Social Meter


It’s been 2 weeks already since PPKM has been implemented in this city (will be extended for another week) and basically I never leave my room since then, almost zero contact with other person (only when I get my food delivery couple times a day), and I think it start to affect me somehow.

I’m not a social person, usually only go to the office 2-3 times a week (sometime only once a week when I’m not in the mood for it and no important meeting that week) since attendance is not a mandatory thing in my office now as long as you get your work done. But I guess that’s the right amount to get my social meter filled.

Actually I used to be a very social person. During my elementary school years, I always get the same remarks from my teacher every PTA meeting that I am very chatty and need to get focused in class. Feel very sad when I had to move to different school and leave all my friend that time. Start to build my new circle in the new place and doesn’t take a long time until I got some new friend that I can spend my time for hours in the phone (no cellphone, or instant messenger at that time so my parents used to yell at me when I used the phone for a long time).

I guess, when you are very close to someone, it left a bigger scar when you are in fight. Had a huge fight with one of my closest friend in 2nd year for a reason I can’t really remember now (I bet it something stupid, but both of us are to proud to say sorry at that time) and we don’t talk to each other for a year until graduation day, but the damage has been done at that point.

Not sure when it starts, but I became less social at some point for some reason. Maybe because I need to start again from zero when I moved to a new place (unlike in some movie where the protagonist move to a new school with their old friend from previous school and somehow they are in the same class again), I start to question what’s the point of making a lot of new friend again if in the end I had to leave them and being alone again. Well, I’m not really become an antisocial person, just stop being a class clown like I used to be and only interact with limited amount of people. Won’t bother try to fit in or joining any club like what I do before, and before I realize it, I start to enjoy solitary and avoid social activities since its mentally exhausting. Yet, sometime I still enjoy socializing and physical interaction, but less talk, just being there and observing other people.

…..contd

Rejection


Ditolak itu umumnya identik dengan sesuau yang menyakitkan, bikin depresi, membuat dunia seakan terbalik, dan berbagai perasaan negatif lainnya. Namun postingan kali ini bertujuan untuk berbagi kisah pribadi tentang ditolak yang meninggalkan kesan positif bagi saya 🙂

Jadi beberapa waktu yang lalu saya melamar pekerjaan (bukan anak orang, ini bukan cerita tentang patah hati) di sebuah perusahaan yang lumayan besar. Lho, mau pindah lagi? bukannya belum setahun pindah? Well, sebenarnya sama sekali tidak ada masalah dengan tempat kerja yang sekarang. Lingkungan pekerjaannya cukup menyenangkan, bosnya nggak nyebelin, serta cukup fleksibel aturan kerjanya (nggak ada aturan ketat tentang jam kerja dan dress code, mau WFH tiap hari juga bebas yang penting bisa deliver result). Jadi lamaran kali ini murni karena iseng, mencari pengalaman sekaligus menguji diri sendiri apakah qualified jika melamar di posisi yang tinggi sementara pengalaman di area tersebut sangat minim.

Sejujurnya, ketika apply online waktu itu, sama sekali tidak membayangkan bakal direspon karena pengalaman pribadi selama ini ketika apply online, lebih dari 80% dicuekin (hanya auto reply “your application has been processed” aja). Namun kali ini kurang dari seminggu, dihubungi oleh rekruiter A yang minta CV dan detail lebih lanjut (standar recruitment pada umumnya) serta menanyakan availability untuk tes online. Jarang2 lho ada yang menanyakan availability applicant, biasanya pada nyodorin jadwal tesnya dengan anggapan applicant pasti ada waktu dan harus bisa meluangkan waktu kapanpun itu. Padahal bisa jadi kan ada urusan lain seperti ambil rapot anak, nemenin istri cek kandungan, anter ortu vaksinasi covid, atau mungkin interview di perusahaan lain.

Singkat kata, ikut tes online yang ternyata cukup sulit. Pertama kalinya setelah sekian tahun mengerjakan soal ujian dengan hati berdebar sampai waktu habis dan masih belum selesai, jadi inget masa2 kuliah. Di sini sudah cukup yakin bakal gagal, namun ternyata beberapa hari kemudian dapat kabar dari rekruiter A yang mengabarkan bahwa saya lulus online test dan menanyakan availability untuk jadwal tes berikutnya, sekaligus mengenalkan rekruiter B yang akan memandu proses selanjutnya. Setelah melalui rangkaian tes yang tidak kalah menantang, akhirnya muncul juga jadwal berjudul “Final Interview”, akhirnya semua ini akan segera berakhir.

Seperti yang telah kalian semua duga berdasarkan judul postingan ini, pada akhirnya saya gagal. Namun hal yang cukup berbeda dari pengalaman saya melamar kerja sebelumnya, rekruiter B menghubungi secara personal. Selain mengabarkan kegagalan ini, juga ngasih tau apa yang kurang dan perlu diimprove, dan apa yang sudah memenuhi syarat. Juga menanyakan kesan selama mengikuti rangkaian tes ini dan feedback apa yang bisa diimprove.

Jarang2 lho ada yang kaya gini, pada umumnya cuma dapet email sukses atau gagal. Dan dapet email gini aja saya sudah gembira karena setidaknya ada kepastian. Seringnya malah ga ada kabar sama sekali dari rekruiter, selesai ikut tes langsung dighosting dengan anggapan “kalo nggak dikabari ya berarti nggak lanjut” padahal nggak ada deadline juga harus nunggu berapa lama.

Jika ada yang berprofesi sebagai recruiter dan membaca postingan ini, contohlah rekruiter B. Nggak perlu sampai sejauh itu malah jika kalian nggak ada waktu untuk menghubungi applicant, dan nggak dapet feedback dari penguji tentang plus minus applicant, serta nggak peduli pesan kesan applicant karena prosesnya sudah baku dan kalian nggak punya wewenang untuk melakukan perubahan apapun. Tapi setidaknya kasih kepastian, it means a lot 🙂

Memento


I mention it before in my previous post that I am a keeper hoarder but lately I discard a lot of unused stuff. I know its not just me, a lot of people don’t want to throw their stuff, especially if it is special to them or has some sentimental value. My little sister can’t sleep without her smelly old blanket and used it for years, can’t even washed it because when the smell gone, it also lose the charm and comes the sleepless night with frustrated irrational crying toddler.

Same goes with my comic book, I used to collect tons of them thanks to a closed rental that sells the collections at bargained price. But at the same time, since there’s no more room for a new book, its hinder me to get a new one. So by letting the old precious one go, you can get a new one and expand your horizon.

Naaah, thats a bull. If there’s no place, then just get a new and bigger place. I just stop buy new comic books because a that time I learn about scanlation where you can download various title that not published here for free, so basically it just change form from book to CD. If relocate doesn’t cost a lot, then I will bring all my stuffs for sure, even if I rarely used it anymore (I mean I can still use it someday, I don’t know when, isn’t it?) so deep down I guess I still don’t change that habit :p

The pics below is my keepsake, some memento that I put in special box. Some of the items has been there for more than 15 years. All of it is a gift to reminds me to someone that has been part of my life, some of them actually never met me personally (I wonder if they still remember this item, or even remember me :p). There are some items that I really like or really useful that I bring it with me everyday until it broke/worn out/or gone (stolen, dropped somewhere, taken by alien?) but the memories still there *pfft*

I hope it can keep growing and I can always have it with me until I have dementia 😐

Belajar dari pengalaman


Pengalaman pertama menghadapi pertanyaan abstrak

User : *tiba2 datang ke kantor* pak, apanya itu sudah dianu sama si siapa itu katanya ya?
Me : (bangsat, ngomong apa nih si orang?) eh, apa pak?
User : aduh, saya ada meeting bentar lagi, nanti aja ya kita lanjut lagi kalo saya sudah nggak sibuk *buru2 pergi*
Me : (lha padahal situ yg mulai duluan, kok malah jadi kaya gw yg ganggu ya?)
Coworker : what the hell was that?
Me : beats me

Setelah berbulan2 menghadapi kejadian serupa, jadi paham bagaimana cara menghadapinya

User : *tiba2 datang ke kantor* pak, apanya itu sudah dianu sama si siapa itu katanya ya?
Me : sudah dihandle pak
User : ok sip, aman berarti. saya tinggal dulu ya *buru2 pergi*
Coworker : you understand that? *menatap kagum*
Me : not a single word